Iman
kepada Hari Akhir
A.
HARI KIAMAT SEBAGAI HARI PEMBALASAN HAKIKI
Beriman pada hari akhir menjasi ciri muttaqin
(orang-orang yang bertakwa). Allah SWT berfirman sebagai berikut :
Artinya :
"Dan
mereka yang beriman kepada Kitab (Al-Qur’an)yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad)dan kitab-kitab
yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan)
akhirat." (Q.S. Al-Baqarah, 2: 4)
1. Hari Kiamat menurut Al-Qur’an
a. Kiamat Sugra
Kiamat surga
berarti kerusakan kecil. Misalnya kematian atau berbagai macam bencana alam,
seperti gempa bumi, gunung meletus, atau pun banjir, yang banyak menelan korban
jiwa.
Mati ialah terpisahnya antara jasmani dengan rohani. Jasmani kembali ke asalnya
yaitu tanah, sedangkan rohani terus hidup di alam Barzakh (alam kubur).
Alam Barzakh adalah alam tempat hidup umat manusia setelah mati sampai
mereka dibangkitkan dari kuburnya masing-masing untuk kemdian ditentukan Allah.
Firman Allah menyatakan dalam surat Al-‘Ankabut ayat 29, yang
artinya :“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian kepada
Kamilah kamu dikembalikan.”
b. Kiamat Kubra
Kiamat kubra
(kerusakan besar) adalah hancurnya alam semesta dengan segala isinya. Bumi,
matahari, dan bintang saling bertabrakan sehingga mengalami kehancuran total. Manusia,
jin, tumbuhan, dan hewan seluruhnya mati. Peristiwa ini terjadi setelah
sangkakala pertama kali ditiup oleh Malaikat Israfil. Hal ini dinyatakan
dalam firman Allah yang artinya sebagai berikut ini : “Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan di
angkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu di benturkan keduanya sekali
bentur. Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat, dan terbelahlah langit,
karena pada hari itu langit menjadi lapuk.”
Setelah terjadi kiamat kubra, Malaikat
Israfil meniup sangkakala untuk yang kedua kalinya. Allah SWT membangkitkan dan
menghidupkan kembali manusia yang pernah hidup di alam dunia dari tidurnya.
Peristiwa dibangkitkannya manusia dari kuburnya, disebut Ba’as’.
Lihat Firman Allah SWT yang artinya : “Kemudian
Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, kemudian bila Dia
menghendaki, Dia membangkitkannya kembali.” (Q.S. ‘Abasa, 80: 21-22)
Setelah seluruh
umat manusia dibangkitkan dari kubur masing-masing, mereka dikumpulkan di
padang yang sangat luas yang disebut Padang Mahsyar (lihat Q.S.
Al-An’am, 6: 22). Hari dikumpulkannya seluruh umat manusia di Padang
Mahsyar disebut Yaumul-Hasyr.
Maksud dikumpulkannya umat manusia di Padang Mahsyar adalah untuk dihisab atau
di perhitungkan amal perbuatan mereka ketika di dunia dengan seteliti dan
seadil-adilnya (lihat Q.S. Al-Mujadilah, 58: 6). Peristiwa di Padang
Mahsyar ini disebut Yaumul-Hisab.
Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat seseorang tidak akan luput dari 4
pertanyaan: tentang umurnya, untuk apa aja umur itu dipergunakannya; tentang
ilmunya, apa yang dilakukannya dengan ilmu ini; tentang hartanya, darimana
didapatnya dan untuk apa dibelanjakannya; tentang tubuh (tenaga atau kekuatan
tubuhnya), untuk apa dipakainya.” (H.R. At-Tirmizi)
Perhitungan atau pengadilan Allah SWT di alam Akhirat kelak sangat adil. Tidak
ada seorang pun yang dirugikan. Mereka berhak masuk surge karena ketakwaannya
tentu akan masuk ke dalam surga. Sebaliknya, mereka yang harus masuk neraka
karena kedurhakaannya kepada Allah tentu akan masuk ke dalam neraka. Hari keputusan Allah SWT disebut Yaumul-Jaza’, Allah
SWT berfirman: “Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya.
Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (Q.S.
Al-Mukmin: 18)
2. Surga dan
Neraka
Surga adalah tempat yang penuh dengan
berbagai kenikmatan, yang disediakan Allah bagi orang-orang yang bertakwa.
Neraka adalah tempat yang penuh dengan berbagai siksaan, yang disediakan Allah
bagi orang-orang yang durhaka. Dalam hal ini Allah SWT berfirman yang artinya,
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang
kafir. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S. Ali ‘Imran, 3: 131-133)
Pengadilan Allah SWT di alam
Akhirat pada hakikatnya merupakan pengadilan yang seadil-adilnya terhadap
setiap amal perbuatan manusia ketika di dunia. Firman Allah menyatakan berikut
ini:“Yang menjadikan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S.
Al-Mulk, 67: 2)
B. PERILAKU SEBAGAI
PENCERMINAN KEIMANAN PADA HARI AKHIR
Perilaku sebagai pencerminan keimanan terhadap hari akhir itu antara lain:
1. Senantiasa bertakwa kepada
Allah SWT, yakni melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya.
2. Disiplin dalam melaksanakan salat lima waktu dan
ibadah-ibadah lain yang hukumnya wajib.
3. Mencintai para fakir miskin yang diwujudkan melalui
sikap, ucapan, perbuatan dan bantuan harta benda. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Setiap sesuatu ada kuncinya, sedang kunci surge adalah mencintai
para fakir miskin. Karena kesabaran mereka, mereka adalah kawan akrab Allah
pada hari kiamat.” (H.R. Abu Bakar bin Laal dari Ibnu Umar bin Khattab)
4. Menyantumi, memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak
yatim dengan penuh kasih sayang.
5. Berperilaku terhadap tetangga, menghormati tamu, dan
bertutur kata yang baik-baik aja atau diam. Sikap tutur kata dan perilaku
tersebut termasuk tanda-tanda beriman kepada hari akhir.
6. Melaksanakan tujuh macam perilaku yang menyebabkan
memperoleh naungan (perlindungan) Allah SWT di alam akhirat kelak.
C. HIKMAH BERIMAN
PADA HARI AKHIR
Hikmah beriman pada hari akhir (hari Kiamat) itu
antara lain:
1. Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan
Maha Adil
2. Memberikan dorongan untuk membiasakan diri dengan
sikap dan perilaku terpuji (akhlaqul-karimah) dan menjauhkan diri dari
sikap serta perilaku tercela (akhlaqul-mazmumah).
3. Memberi dorongan untuk bersikap optimis, tawakal, dan
sabar meskipun tertimpa berbagai kemalangan.
BAB
4
Perilaku
Terpuji
A. ADIL
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata adil
berasal dari bahasa Arab yang berarti tidak berat sebelah, jujur, tidak
berpihak, atau proporsional. Pengertian adil menurut istilah ilmu akhlak dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Ø Meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Ø Menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain
tanpa kurang.
Ø Memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap,
tidak melebihi dan tidak mengurangi, antara sesama yang berhak dalam keadaan
yang sama, dan menghukum orang jahat atau melanggar hokum sesuai dengan
kesalahan dan pelanggarannya.
Perintah untuk bersikap dan
berperilaku adil telah difirmankan Allah SWT sebagai berikut. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berperilaku adil dan
berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan
keji, kemungkaran, dan permusuhan….”
(Q.S. An-Nahl, 16: 90)
B. RIDA
Kata ria
berasal dari bahasa Arab yang artinya rela dan menerima dengan suci hati.
Menurut istilah rida berarti menerima dengan rasa senang apa yang Allah baik
berupa peraturan, hukum, ataupun qada atau ketentuan nasib.
Mengacu pada pengertian rida,
menurut istilah seperti tersebut rida dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Rida terhadap hukum (peraturan) Allah SWT. Orang yang
rida terhadap hukum Allah SWT tentu akan melaksanakan segala perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya.
b. Rida terhadap qada dan qadar Allah SWT yang berkaitan
dengan nasib. Orang beriman yang bijaksana akan menerima qada qadar Allah SWT
yang berupa kenikmatan dengan rasa syukur.
C. AMAL SALEH
Menurut
pengertian kebahasaan amal berarti perbuatan dan saleh berarti
baik. Jadi amal saleh berarti perbuatan yang baik.
Menurut istilah
dalam pengertian yang khusus amal saleh ialah setiap hal yang mengajak dan
membawa ketaatan terhadap Allah SWT, baik perbuatan lahir maupun batin.
Syarat sahnya amal saleh adalah:
1. Amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena
Allah SWT semata.
Rasulullah SAW bersabda: “Allah tidak menerima amal
melainkan yang didasari ikhlas karena Allah dan untuk mencari keridaan-Nya.”
(H.R. Ibnu Majah)
2. Amal saleh itu hendaknya dilakukan secara sah, sesuai
dengan petunjuk syara’ (Al-Qur’an dan Hadis).
Rasulullah SAW bersabda:“Barangsiapa yang mengerjakan
suatu amal tanpa ada dasarnya dalam perintah (agama), maka (amal tersebut)
ditolak.” (H.R. Muslim).
3. Dilakukan dengan mengetahui ilmunya.
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila suatu urusan diserahkan
pada orang yang bukan ahlinya (tidak mengetahui ilmunya), maka tunggulah
kehancurannya.” (H.R. Bukhari)
Apabila
amal-amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah sesuai ketentuan
syara’ dan sesuai dengan ilmunya, akan mendatangkan kebaikan-kebaikan
baik bagi kehidupan di alam dunia maupun bagi kehidupan di alam
akhirat. Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang beriman serta
beramal saleh, mereka itu penghuni surga, mereka kekal di dalamnya." (Q.S.
Al-Baqarah, 2: 82)
0 komentar:
Posting Komentar